Ada yang menarik dalam kemenangan
tim Perahu Naga 1.000 meter pada Asian Games 2010. Ternyata Ahmad
Sutjipto, ketua umum Persatuan Olahraga Dayung Seluruh Indonesia (PODSI) –dan
para atlet tentunya– sudah menargetkan keberhasilan itu.
Sebelumya mereka sudah yakin akan terlebih dahulu mencapai garis finish.
Kekuatan-kekuatan yang memiliki pengaruh dan bahkan mengubah
prestasi ternyata bukan hanya hal-hal yang secara eksternal nyata .....
, misalnya latihan keras, menjaga stamina. Masih ada faktor internal yang mempengaruhi. Dalam konteks ini adalah keyakinan atau percaya diri seluruh atlet. Rasa percaya diri merupakan dasar dari motivasi diri untuk berhasil. Bayangkan saja bila tim perahu naga tidak yakin dan percaya diri bisa mencapai garis finish dahulu, tentu akan lain ceritanya.
, misalnya latihan keras, menjaga stamina. Masih ada faktor internal yang mempengaruhi. Dalam konteks ini adalah keyakinan atau percaya diri seluruh atlet. Rasa percaya diri merupakan dasar dari motivasi diri untuk berhasil. Bayangkan saja bila tim perahu naga tidak yakin dan percaya diri bisa mencapai garis finish dahulu, tentu akan lain ceritanya.
Seperti itu pula kesuksesan manusia
dalam berbagai aktivitas. Seorang filsuf Yunani abad pertama, Epictetus,
membenarkan fakta ini bahwa “manusia sebenarnya tidak digusarkan oleh
benda-benda yang ada disekitarnya, melainkan oleh pendapat sendiri terhadap
benda tersebut”.
Dalam kehidupan sehari-hari kita pun
sering menjumpai, atau bahkan mengalaminya sendiri. Mengalami situasi dimana
merasa gugup dan minder dalam menjalani aktivitas. Mati gaya di atas podium, misalnya,
kehilangan hafalan saat ujian hingga kehilangan kata di hadapan calon gebetan.
Kasus pertama mengakibatkan
kekecewaan audien, dan tentu saja kita kehilangan muka di depan banyak orang.
Semua yang telah kita hafalkan semalaman seakan tak ada gunanya. Ditambah lagi
bila audien bersorak mengejek. Wah, suatu kondisi yang tidak
terbayangkan.
Selanjutnya bila perasaan gugup dan
minder terjadi pada situasi kedua, dipastikan kita tak akan dapat menyelesaikan
soal dengan tepat. Hasil ujian akan jeblok. Penyesalan akan selalu
menggelayuti hati hingga batas waktu yang tidak diperkirakan.
Kondisi gugup dan minder akan
berakibat lebih fatal lagi bila terjadi pada kasus ketiga. Bila kehilangan kata
di hadapan calon gebetan saat proses “penembakan”, maka rayuan ataupun
puisi yang disiapkan jauh hari tidak mungkin dapat tersampaikan secara
sempurna. Yang ada malah
kita ditolak mentah-mentah. Wah, kasihan.
Ngeri ‘kan?
Ternyata rasa pesimistis, gugup dan
minder sangat mempengaruhi keberhasilan. Kasus-kasus di atas lah sejumlah bukti
nyata. Bahkan dalam sebuah konferensi di Royal Society di London, ditemukan
bahwa otak orang yang rendah hati (tidak percaya diri) seperti menciut
dibandingkan dengan orang yang memiliki rasa percaya diri. Akibatnya daya pikir
otak menjadi berkurang. Logikanya, jika daya pikir otak berkurang, akan
berimbas pada tindakan manusia.
Makanya, agar
kepercayaan diri tercipta kita harus memfokuskan pembicaraan pada hal-hal
positif. Katakan bahwa kita bisa. Optimislah! Otak adalah anugerah Tuhan,
sungguh sayang bila kita menyia-nyiakannya.
Nah, Seseorang
yang mendapatkan ketenangan pikiran haruslah termotivasi. Banyak orang yang
mengalami kekurangan tetapi bangkit sehingga benar-benar mengalahkan kemalangan
dengan mengubah masalah menjadi tantangan. Sebagai contoh, Napoleon Bonaparte
yang tinggi badannya hanya mencapai lima kaki dan dua inchi. Tak satu hari pun
merasa pendek dan kerdil di hadapan lawan-lawannya. Keyakinan yang positif
membawanya menjadi seorang yang kuat, dihormati kawan, disegani lawan.
Dan bila direnungi, benar juga ucapan pengarang buku
Imrithi, bahwa wa kullu man lam ya’taqid lam yantafi‘. Orang yang tidak
yakin tidak akan mendapat manfaat. Dan hanya satu kunci untuk menuju
kesuksesan. Optimislah!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar