Senin, 12 Januari 2015

Percaya Diri



Ada yang menarik dalam kemenangan tim Perahu Naga 1.000 meter  pada Asian Games 2010. Ternyata Ahmad Sutjipto, ketua umum Persatuan Olahraga Dayung Seluruh Indonesia (PODSI) dan para atlet tentunya sudah menargetkan keberhasilan itu. Sebelumya mereka sudah yakin akan terlebih dahulu mencapai garis finish.
Kekuatan-kekuatan yang memiliki pengaruh dan bahkan mengubah prestasi ternyata bukan hanya hal-hal yang secara eksternal nyata .....
, misalnya latihan keras, menjaga stamina.  Masih ada faktor internal yang mempengaruhi. Dalam konteks ini adalah keyakinan atau percaya diri seluruh atlet. Rasa percaya diri merupakan dasar dari motivasi diri untuk berhasil. Bayangkan saja bila tim perahu naga tidak yakin dan percaya diri bisa mencapai garis finish dahulu, tentu akan lain ceritanya.
Seperti itu pula kesuksesan manusia dalam berbagai aktivitas. Seorang filsuf Yunani abad pertama, Epictetus, membenarkan fakta ini bahwa “manusia sebenarnya tidak digusarkan oleh benda-benda yang ada disekitarnya, melainkan oleh pendapat sendiri terhadap benda tersebut”.
Dalam kehidupan sehari-hari kita pun sering menjumpai, atau bahkan mengalaminya sendiri. Mengalami situasi dimana merasa gugup dan minder dalam menjalani aktivitas. Mati gaya di atas podium, misalnya, kehilangan hafalan saat ujian hingga kehilangan kata di hadapan calon gebetan.
Kasus pertama mengakibatkan kekecewaan audien, dan tentu saja kita kehilangan muka di depan banyak orang. Semua yang telah kita hafalkan semalaman seakan tak ada gunanya. Ditambah lagi bila audien bersorak mengejek. Wah, suatu kondisi yang tidak terbayangkan.
Selanjutnya bila perasaan gugup dan minder terjadi pada situasi kedua, dipastikan kita tak akan dapat menyelesaikan soal dengan tepat. Hasil ujian akan jeblok. Penyesalan akan selalu menggelayuti hati hingga batas waktu yang tidak diperkirakan.
Kondisi gugup dan minder akan berakibat lebih fatal lagi bila terjadi pada kasus ketiga. Bila kehilangan kata di hadapan calon gebetan saat proses “penembakan”, maka rayuan ataupun puisi yang disiapkan jauh hari tidak mungkin dapat tersampaikan secara sempurna. Yang ada malah kita ditolak mentah-mentah. Wah, kasihan.
Ngeri ‘kan? Ternyata rasa pesimistis, gugup dan minder sangat mempengaruhi keberhasilan. Kasus-kasus di atas lah sejumlah bukti nyata. Bahkan dalam sebuah konferensi di Royal Society di London, ditemukan bahwa otak orang yang rendah hati (tidak percaya diri) seperti menciut dibandingkan dengan orang yang memiliki rasa percaya diri. Akibatnya daya pikir otak menjadi berkurang. Logikanya, jika daya pikir otak berkurang, akan berimbas pada tindakan manusia.
Makanya, agar kepercayaan diri tercipta kita harus memfokuskan pembicaraan pada hal-hal positif. Katakan bahwa kita bisa. Optimislah! Otak adalah anugerah Tuhan, sungguh sayang bila kita menyia-nyiakannya.
Nah, Seseorang yang mendapatkan ketenangan pikiran haruslah termotivasi. Banyak orang yang mengalami kekurangan tetapi bangkit sehingga benar-benar mengalahkan kemalangan dengan mengubah masalah menjadi tantangan. Sebagai contoh, Napoleon Bonaparte yang tinggi badannya hanya mencapai lima kaki dan dua inchi. Tak satu hari pun merasa pendek dan kerdil di hadapan lawan-lawannya. Keyakinan yang positif membawanya menjadi seorang yang kuat, dihormati kawan, disegani lawan.
Dan bila direnungi, benar juga ucapan pengarang buku Imrithi, bahwa wa kullu man lam ya’taqid lam yantafi‘. Orang yang tidak yakin tidak akan mendapat manfaat. Dan hanya satu kunci untuk menuju kesuksesan. Optimislah!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar